makalah tentang sholat fardhu
MAKALAH AGAMA ISLAM
SHOLAT FARDHU
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA :
Eko Prasetyo
NPM : 13110171
BAB
I
PENDAHULUAN
Sebagai seorang
muslim dan muslimah tentunya kita sudah mengetahui, bahwa salah satu
kewajiban seorang muslim adalah melaksanakan shalat lima waktu. Rukun islam
yang kedua ini sebagai bentuk penghambaan kepada sang pencipta yakni Allah SWT,
yang telah menciptakaan bumi, langit beserta isinya. Sebagai seorang muslim
sudah sepatutnya kita untuk senantiasa mematuhi segala perintahnya dan
larangannya karena dengan demikian kita akan menjadi manusia yang akan
mendapatkan kebaikan baik di dunia maupun di akherat. Seorang muslim yang tidak
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim maka ia di pertanyakan
kemuslimannya karena seorang muslim yang sesungguhnya ia akan taat kepada Allah
dan rosulnya.
Islam adalah
agama universal yang mengatur segala aspek di dalam kehidupan ini, dari mulai
kita bangun tidur sampai tidur lagi, islam mengjarkan tatakrama dan do'anya hal
ini tiada lain bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslimin itu sendiri. Islam
itu mudah karena tidak mengajarkan untuk memaksakan sesuatu kepada seseorang
yang tidak mampu untuk melaksanakanya, contohnya seseoarng muslim yang sedang
sakit maka ia boleh shalat smabil duduk atau kalau tidak bisa duduk maka ia
boleh sambil berbaring, contoh lain apabila seoarng muslim sedang berpergian
maka shalatnya boleh di jama atau di qosor, hal ini membuktikan bahwa kewajiban
shalat sangat penting tetapi apabila kita tidak mampu untuk melaksanakan shalat
sesuai dengan syarat dan rukunya maka islam punya alternatifnya.
Shalat merupakan
ibadah yang sangat penting bagi seorang muslim karena shalat merupakan induk amal,
apabila shalat kita baik maka amal yang lain juga Insya Allah akan baik tetapi
sebaliknya apabila shalat kita kurang baik maka amal yang lain pun akan
mengikutinya karena shalat adalah tiang agama. Kalau tiangnya runtuh maka
ambruklah agma seseorang. Oleh karenanya seoarng muslim hendaknya terus
memperbaiki shalatnya, karena dengan shalat kita baik maka kita akan senantiasa
terjaga agama kita dan kita terjaga dari perbuatan-perbuatan buruk.
Kehidupan dunia
tidaklah abadi, oleh karenya manfaatkanlah kehidupan di dunia ini dengan ibadah
sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT supaya kita mendapat rahmat dan rhidonya.
Ibadah yang pertama kali di tanya oleh malaikat di yaumul ma'syar adalah
mengenai shalatnya kalau shalatnya baik dan benar maka Insya Allah ia termasuk
ahlujannah,begitupun sebaliknya. Jadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa shalat
merupakan salahsatu kewajiban muslim yang hendak selali kita jaga dan kikta
perbaiki.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN SHOLAH FARDHU
A. Definisi & Pengertian Sholat Fardhu
/ Wajib Lima Waktu
Shalat
secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat secara bahasa mempunyai arti
mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan
dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan
diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir,
tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan
dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan
lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu
beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan
salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang
telah ditentukan.
Yang dimaksudkan shalat dalam penelitian ini adalah tidak hanya sekedar shalat
tanpa adanya penghayatan atau berdampak sama sekali dalam kehidupannya, akan
tetapi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah shalat fardlu yang
didirikan dengan khusyu’ yakni shalat yang nantinya akan berimplikasi terhadap
orang yang melaksanakannya. Pengertian shalat yang dimaksudkan
lebih kepada pengertian shalat menurut Ash Shiddieqy dari ta’rif shalat
yang menggambarkan ruhus shalat (jiwa shalat); yaitu berharap kepada Allah
dengan sepenuh jiwa, dengan segala khusyu’ dihadapan-Nya dan berikhlas bagi-Nya
serta hadir hati dalam berdzikir, berdo’a dan memuji.
Inilah ruh atau jiwa shalat yang benar dan sekali-kali tidak disyari’atkan
shalat karena rupanya, tetapi disyari’atkan karena mengingat jiwanya (ruhnya).
Khusyu’ secara bahasa berasal dari kata khasya’a-yakhsya’u-khusyu’an, atau
ikhta dan takhasysya’a yang artinya memusatkan penglihatan pada bumi dan
memejamkan mata, atau meringankan suara ketika shalat. Khusyu’ secara
bahasa juga bisa diartikan sungguh-sungguh penuh penyerahan dan kebulatan hati;
penuh kesadaran hati. Arti khusyu’ itu lebih dekat dengan khudhu’ yaitu
tunduk, dan takhasysyu’ yaitu membuat diri menjadi khusyu’. Khusyu’ ini dapat
terjadi baik pada suara, badan maupun penglihatan. Tiga anggota itulah yang
menjadi tanda (simbol) kekhusyu’an seseorang dalam shalat.
Khusyu’ menurut istilah syara’ adalah keadaan jiwa yang tenang dan tawadhu’ (rendah
hati), yang kemudian pengaruh khusyu’ dihati tadi akan menjadi tampak pada
anggota tubuh yang lainnya. Sedang menurut A. Syafi’i khusyu’ adalah
menyengaja, ikhlas dan tunduk lahir dan batin; dengan menyempurnakan keindahan
bentuk/sikap lahirnya, serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan
pengertian (penta’rifan) segala ucapan bentuk/sikap lahir itu.
Jadi secara utuh yang dimaksudkan oleh penyusun dalam judul penelitian ini
adalah mengatasi persoalan-persoalan yang berhubungan dengan psikis sehari-hari
seperti masalah rumah tangga, perkawinan, lingkungan kerja, sampai masalah
pribadi dengan membiasakan shalat yang dilakukan dengan khusyu’. Dengan
kata lain dalam penelitian ini akan dibahas tema shalat sebagai mediator
untuk mengatasi segala permasalahan manusia sehari-hari yang berhubungan dengan
psikis, karena shalat merupakan kewajiban peribadatan (formal) yang paling
penting dalam sistem keagamaan Islam.
SYARAT dan RUKUN SHOLAT FARDHU
1). Mengetahui tentang masuknya
waktu
2). Suci dari hadats kecil dan
hadats besar
3). Suci badan pakaian dan tempat
4). Menutup aurat
5). Menghadap kiblat3
Rukun-Rukun
Shalat
A). Niat
Niat merupakan tujuan untuk berbuat
dengan motivasi melaksanakan perintah Allah. Mengenai masalah niat itu sendiri ulama
mdzhab berbeda pendapat apakah niat itu harus di nyatakan ia berniat atau
tidak. Menurut kalangan Sunni. yaitu Ibnul Qoyim. Ia menerengkan
bahwa nabi Muhammad SAW tidak pernah melafalkan niat sama sekali, dan beliau
tidak mengucapkan "Ushali pardza musatqbilalkiblati arba'a ra'akatin
imaman ma'muman". Menurut Ibnu Qoyim orang melafalkan niat tidak
memiliki argument yang kuat karena tidak ada hadis yang menjelaskan mengenai
hal tersebut baik hadist hasan maupun dha'if. Pendapat ini di perkuat dengan
tidak danya para tabi'in dan imam madzhab empat yang menganjurkan mengenai hal
tersebut.
Akan tetapi menurut Sayid
Muhammad dalam bukunya madarikhul Ahkam tentang mabhatsu al-niyya awwalu
as-shalati".(pembahasan tentang niat sebagai perbuatan pertama dalam
shalat)menerangkan bahwa kesimpulan di tarik dari dalil-dalil syara tujuan di
ucpakannya niat yakni untuk memudahkan seseorang melakukan amalan tertentu
dengan tujuan melaksanakan perintah Allah SWT. Keterangan yang memperkuat hal
ini adalah tidak adanya penjelasan yang spesifik mengenai ibadah itu sendiri
dan di dalam hadispun demikian.
B).Takbiratul Ihram
Seseorang yang melakukan shalat tanpa
takbiratul ihrom ia shalatnya tidak akan sempurna, adapun lafal takbirotul
ihram menurut Imamiyah,maliki,dan Hambali yakni Allahu Akbar dan
tidak boleh di ganti. Akan tetapi menurut Mazhab syafi'i boleh
menggantinya dengan menambaih alif lam di lafal akbarnya yakni "Allau
Al-Akbar". Menurut Mazhab Hanafi boleh menggantinya asalkan memilki
arti yang sma seperti "Allahu Al-Ajall" dan "Allah
Al-A'dzam".
Semua Ulama Madzhab sepakat
selain Imam Hanafi bahwa mengucpakan takbiratul ihram itu harus memakai
bahasa arab meskipun orang ajam (selain arab). Adapun menurut iamam Hanafi boleh
dengan bahasa apa saja.
C).Berdiri
Semua Ulama Madzhab sepakat,
bahwa sala satu rukun shalat itu berdiri dari takbirotul ihram sampai ruku,
apabila tidak mampu berdiri maka shalat smabil duduk kemudian apabila tidak
mampu duduk maka ia shalat smabil miring kekanan seperti orang yang di kubur di
liang lahat. Hal ini di sepakati oleh seluruh Ulama Madzhab keculai Mazhab
Hanafi. Mazhab Hanafi berpendpat siapa yang tidak duduk maka ia
harus shalat terlentang dan menghadap kiblat dan kakinya yang mengisyaratkan
baik dalam ruku maupun sujud.
D).Membaca Surat Al-Fatihah
Hukum membaca surat Al-fatihah Ulama
Mazhab berbeda pendapat.
Mazhab Hanafi : membaca Al-fatihah di dalam shlat
itu tidak wajib, pendapat ini didasarkan pada ayat al-quran surat muzammil ayat
20: " bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-qur'an". Membaca surat
juga hanya wajib ketika dua rokaat awal saja dan menurut Mazhab Hanafi membaca
basmallah tidak termasuk bagian dari surat dan boleh meningalkannnya
Mazhab Syafi'i : membaca Al-fatihah hukumnya wajib
di tiap-tiap rakaat dan membaca basmallah juga demikian karena basmallah bagian
dari Al-fatihah, hal ini di lakuakn baik shalat wajib maupun shalat sunnah.
Membaca surat hendaknya di baca keras ketika shalat subuh dan di sunnahkan
membaca qunut dan membaca keras ketika dua rokaat solat maghrib dan Isya.
Mazhab Maliki : membaca Al-fatihah hukumnya wajib
di tiap-tiap rokaat dan membaca basmallah hukumnya lebih baik di tinggalkan
karena basmallah tidak bagian dari surat. Ketika shalat subuh di sunahkan
membaca qunut.
Mazhab Hambali : membaca Al-Fatihah hukumnya wajib
di tiap-tiap rokaat dan membaca basmallah hukumnya juga wajib akan tetapi
membacanya harus dengan pelan-pelan. Qunut hanya di baca pada shalat witir.
Mazhab Imamiyah: membaca Al-Fatihah wajib di dua
rakaat tiap-tiap shalat, dan boleh membacanya di rakaat yang lainnya. Basmallah
wajib di baca karena basmallah bagian dari surat. Imamiyah berpendapat membaca
Amien adalah haram dan shalatnya batal, baik ketika shalat sendiri maupun
berjama'ah. Namun Empat mazhab menyatakan sunah membaca amien, hal ini di
dasarkan pada hadis nabi, dai Abu hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Kalau ingin mengucapkan Ghairil maghdzubi 'alaihim
waladzallin, maka kalian harus mengucapkan amien"
D).Ruku dan Itidal
Semua Ulama Mazhab sepakat
bahwa ruku adalah wajib di lakukan ketika shalat. Akan tetapi ulama madzhab
berbeda pendapat mengenai tu'maninah di dalam ruku yakni diam sebentar tidak
bergerak.
Mazhab Hanafi : thuma'nianh dalam ruku tidak
wajib yang wajib hanyalah membungkukan badan dengan lurus sampai kedua telapak
tangan orang tersebut menyentuh lututnya. Imam Hanafi juga menyatakan bahwa
I'tidal hukumnya tidak wajib, boleh langsung sujud tapi hal tersebut hukumnya
makruh.adapun madzhab-madzhab yang lain menyatakan bahwa thuma'ninah hukumnya
wajib dan mengangkat kepala untuk beri'tidal itu hukumnya wajib dan di sunahakn
membaca tasmi'yaitu mengucpakan
Mazhab Syafi'I, Hanafi dan, Maliki :
tidak wajib berdzikir ketika shalat hanya di sunahkan saja mengucapkan:
Mazhab Imamiyah dan Hambali : membaca tasbih
ketika ruku hukumnya wajib. Adapun bacaanya menurut Imam Hambali :
Dan menurut Imamiyah :
E).Sujud
Semua Ulama Mazhab sepakat
bahwa sujud wajib dilakukan dua kali tiap-tiap rakaat. Akan tetapi ulama
berbeda pendapat mengenai batasan muka yang harus menyentuh ketempat sujud.
Mazhab Maliki,Syafi'i, dan Hanafi : yang wajib
menempel hnaya dahi akan tetapi yang lainnya hanya sunnah. Adapun menurut Mazhab
Imamiyah dan Hambali yang menempel yakni 7 anggota yaitu dahi, dua
telapak tangan, dua lutut dan ibu jari dua kaki dan Imam hambali menambahkan
hidung, sehingga berjunlah delapan.
F).Tahiyat
Tahiyyat di dalam shalat ada dua
yakni tahiyat yang pertama tidak di akhiri dengan salam dan tahiyat yang kedua
di akhiri dengan salam. Menurut Mazhab Imamiyah dan Hambalih : Tahiyyat
pertama itu hukumnya wajib. ulama madzhab yang lainnya: hanya sunnah,
bukan wajib.
Sedangkan pada tahiyyah terakhir
menurut Mazhab Syafi'i,Imamiyah dan Hambali hukumnya
wajib. Sedangkan menurut Mazhab Maliki dan Hanafi hanya sunah,
bukan wajib.
G).Mengucapkan Salam
Menurut Mazhab Syafi'i, Maliki
dan Hambali: mengucapakan salam adalah wajib
Menurut Mazhab Hanafi: tidak
wajib, dan menurut Mazhab Imamiyah terbagi dua ada yang
mengatakan wajib dan ada yang mengatakan sunah. Menurut Mazhab Hambali :
wajib mengucapakan salam dua kali sedangkan ulama mazhab yang lainnya
cukup satu kali yang wajib.
H).Tertib
Di wajibkan seluruh rukun- rukun di
dalam shalat di laksanakan dengan tertib sesuai dengan urutannya.
I).Berturut-turut
Di wajibkan mengerjakan
bagian-bagian shalat dengan berturut-turut dan langsung, antara satu bagian
dengan bagian yang lainnya. Setelah takbirotul ihram berarti membaca Al-Fatihah
dst.
C. KIAT-KIAT MENUJU SHALAT KHUSYU’
Bagaimanakah menjadikan shalat kita
menjadi shalat yang khusyu, yang sesuai dengan shalat yang telah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW?. Adakah kiat-kiat khusyu yang diberikan oleh Nabi yang
bisa dijadikan pelajaran dan penerapan dalam shalat kita ? MARI KITA KAJI
LEBIH JAUH .
Khusyu’ adalah unsur utama yang
perlu ada dalam ibadah Shalat kita, karena tanpa khusyu, Shalat kita hanya akan
menjadi gerakan dan bacaan yang hambar takada artinya. Tanpa khusyu Shalat kita
tidak akan menjadi saran bermunajat kepada Allah SWT, tanpa khusyu Shalat kita
hanya mengahasilkan suatu kegiatan yang sia-sia belaka, padahal secara umum
ibadah Shalat adalah suatu kondisi dimana kita bermunajat kepada Allah dengan
dzikir dan menjadikan Shalat sebagai tempat yang paling makbul untuk berdoa
kepada Allah SWT.
Sehingga dengan khusyu, Ibadah
Shalat kita akan punya nilai dimata Allah dan memiliki mamfaat yang luar biasa
terhadap kondisi kehidupan kita didunia ini, sebagaimana dijelaskan dalam
firman Allah dalam QS. Ar-Ra'd ayat 28 : "Orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenagn dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tentram". Dari ayat diatas secara tegas Allah
menyatakan bahwa orang yang dekat kepada-Nya akan jauh dari rasa sedih dan
bakal bergembira terus didunia dan diakhirat kelak.
Kemudian ayat yang menjelaskan bahwa
Shalat adalah penolong bagi orang yang melaksanakannya dengan khusyu terdapat
dalam QS. Al-Baqarah ayat 45: "Dan
mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan Shalat. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sangatlah berat kecuali bagi orang yang khusyu".
Kiat-kiat atau pelajar khusyu pada
garis besarnya terdiri dari dua pokok masalah yaitu pertama memaknai
seluruh gerakan dan bacaan yang ada dalam Shalat serta yang kedua adalah
lakukan Shalat dengan hikmat, penuh rasa takut, penuh rasa cemas dan penuh
pengharapan kepada Allah SWT. Janganlah kita melakukan Ibadah Shalat dengan
tergesa-gesa, karena orang yang melakukan Shalat secara tergesa-gesa tidak
mungkin dapat menghasilkan ibadah yang khusyu.
Dalam peristiwa Isra Mi'raj yang
biasa kita kenal sebagai peristiwa bermunajatnya Nabi kepada Allah dan kita
yakini bahwa Nabi pada saat itu bertemu dengan Allah, memiliki pelajaran yang
dapat kita jadikan kiat-kiat untuk menjadikan Shalat kita menjadi Shalat yang
Khusyu.
Yang Pertama : Menghilangkan 3 TA sebelum memulai Ibadah Shalat.
Sebelum kita melakukan Ibadah
Shalat, maka kita terlebih dahulu menjernihkan pikiran kita dan mengosongkan
jiwa kita dari hal-hal keduniaan. Khususnya dari pengaruh 3 ta. Yaitu Harta,
Tahta dan Wanita. Hal ini telah digambarkan oleh Allah dalam peristiwa Isra
Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Sebelum Nabi diperjalankan oleh Allah, ada tiga
peristiwa besar yang menimpa Rasulullah, yakni diboikotnya perekonomian ummat
Islam oleh kafir Qurasy,(Harta). Meninggalnya istri beliau yang sangat
dicintainya Khadijah, (wanita). Meninggalnya pelindung (orang yg disegani)
beliau dalam menghadapi rongrongan orang-orang Qurasy yang tidak senang kepada
beliau, Abu Thalib, (Tahta).
Setelah 3 peristiwa tersebut menimpa
beliau, membuat pikiran Nabi terhadap dunia mulai hilang dan berganti dengan
hati dan jiwa yang dipenuhi keyakinan akan kebesaran dan keagungan Allah
semata.
Yang kedua : Memperbaiki Wudhu.
Setelah kita mengosongkan pikiran
kita terhadap keduniaan, selanjutnya kita memperbaiki wudhu. Pada intinya wudhu
adalah suatu kegiatan yang termaksud mensucikan batin atau hati untuk menghadap
kepada Allah. Walau pun secara lahiriah wudhu membersihkan beberapa anggota tubuh
kita. Kunci keberhasilan dan kesempurnaan Shalat kita sebenarnya terletak
dihati, siapa yang hatinya siap dia bakal yang memperoleh Shalat yang khusyu.
Makanya dalam peristiwa Isra Mi'raj
Rasulullah diajak oleh Jibril ketempat Air Zam-Zam untuk membasuh hati Nabi.
Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk bisa khusuyu saat menghadap
Allah, kita harus mensucikan hati kita dengan mengunakan air atau debu yang
suci.
Yang Ketiga : Mengambil jarak dari keseharian.
Setelah Nabi SAW berwudhu dengan air
Zam-Zam maka beliau mengambil jarak yang jauh dari kesehariannya. Kemudian
bersama jibril beliau meninggalkan Mekkah menuju Palestina dan dia melakukan
Shalat di Masjid Aqsha.
Ini memberikan pelajaran kepada
kita, bahwa setelah kita berwudhu maka langkah berikutnya kita harus mencari
tempat yang jauh dari aktifitas keseharian kita untuk membentuk kekhusyukan
Shalat kita. Namun kebanyakan dari kita, dalam keadaan mengambil air wudhu pun
masih banyak bercerita tentang kehidupan dunia, masih bercakap-cakap dalam
wudhu tentang aktifitas keseharian mereka.
Kemudian pelajaran yang lain adalah
janganlah Shalat disembarang tempat karena tempat yang tidak tepat bisa
mengganggu kekhusyukan ibadah kita, misalnya Shalat ditempat yang ramai. Maka
idealnya Shalat harus mencari tempat dan waktu yang sesuai untuk menjalankan
ibadah, baik yang terkait dengan kebersihan dan kesuciannya maupun hal-hal
kondusif lainya agar tidak menggangu kekhusyukan Shalat, seperti dijelaskan
dalam QS. Al-Muzammil ayat 6 : " Sesungguhnya bangun diwaktu
malam adalah lebih tepat dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan.
Yang keempat : Bergerak lintas dimensi dalam Shalat.
Maksudnya didalam Shalat, kita harus
menggerakan hati kita dari dimensi yang bersifat duniawi menuju dimensi yang
bersifat ukhrawi. Hal ini kita lakukan sejak berangkat Shalat kemudian
dimantapkan pada saat wudhu dan akhirnya kita perjuangkan selama proses shalat,
mulai dari takbir sampai salam. Ini digambarkan dalam Mi'rajnya Nabi dengan
melakukan perjalanan lintas dimensi yang dialami-nya secara fisik dan jiwa
beliau melintasi dimensi langit pertama sampai kelangit ketujuh.
Yang kelima : Terpesona di Sidratul Muntaha.
Itulah yang dialami oleh Nabi ketika
beliau berada dipuncak kekhusyukannya dilangit ketujuh. Beliau tidak menyangka
bahwa Allah akan menampakkan kebesaran dan keagungan-Nya dalam bentuk
sedemikian rupa.
Pelajaran yang dapat kita ambil,
bahwa jika kita berhasil mempertahankan suasana kekhusyukan dalam Shalat kita,
maka suatu ketika dipuncak kekhusyukan itu kita akan merasakan suatu kondisi
yang misterius dan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Namun,
perasaan seperti ini tidak bisa muncul begitu saja, melainkan disebabkan oleh
adanya interaksi antara kita dengan Allah SWT, bagaimana mungkin kita bisa terpesona
jika kita tidak berintraksi dengan Allah dalam Shalat. Caranya bagaimana ?
Kita mesti memahami tentang apa yang
kita lakukan dalam Shalat, jika kita paham apa yang kita ucapkan dalam Shalat,
maka kita mampu berinteraksi dengan Allah SWT. Karena kunci kekhusyukan Shalat
adalah kepahaman kita tentang apa yang kita lakukan dan apa yang kita ucapkan.
Maka mau tidak mau kita harus
menggunakan akal untuk memahami maksna Shalat kita, jika tidak maka hal yang
menimpa laki-laki yang pernah disuruh oleh Nabi mengulangi Sahalatnya sampai 3
x bakal menimpa kita juga. Artinya Shalat kita tidak memiliki makna apa-apa.
Tentulah Shalat seperti ini bukanlah merupakan harapan kita dalam melaksanakan
Shalat, apalagi kalau kita ingin bertemu dengan Allah, tentulah sangat jauh
dari harapan. Karena itu marilah kita berusaha meknai setiap ucapan dan gerakan
Shalat kita. AMIN
D. HIKMAH MENDIRIKAN SHOLAT
Shalat merupakan kewajiban bagi
setiap muslim karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT. Shalat juga
merupakan salah satu rukun Islam terpenting di antara rukun-rukun islam yang
lainnya, shalat menduduki urutan kedua setelah dua kalimat sahadat dan urutan
selanjutnya adalah zakat,puasa, dan haji.
Shalat wajib yang kita lakukan lima
kali sehari semalam, ternyata memilki manfaat bagi kita sendiri. Allah SWT
mendesain waktu shalat dengan nilai-nilai edukatif dan estetik, hal ini
terlihat ketika Allah SWT menyuruh kita untuk shalat subuh, sesungguhnya di
pagi hari pikiran kita masih jernih, dan di sini umat muslim di tuntut untuk
bisa bangun pagi supaya menjalankan aktifitas dengan semangat.
Setelah shalat subuh, kita memiliki
waktu yang cukup luang sehingga kita bisa memanfaatkan waktu luang tersebut
dengan mencari karunia Allah, hampir belub begitu lelah datang waktu duhur,
kita pun bergegas untuk melaksnakan shalat dzuhur, berkumpul dimasjid,
merpatkan barisan dengan tujuan mengingat Allah dan meminta karunianya.
Kemudian setelah kembali melakukan
aktifitas mencari karunia Allah dengan selalu berdzikir kepadanya. Menghadapi
pekerjaan dengan hati yang tenang dan ikhlas. Setelah selesai beraktifitas kita
pulang kerumah dengan muka berseri-seri karena hatinya selalu terjaga. Tak lama
kemudian datanglah shalat ashar guna menyempurnakan ibadah siang, dan kita
berdo'a kepada Allah untuk selalu tetap dalam bimbingannya dan bersyukur atas
karunia yang telah Allah berikan kepada kita.
Kemudian seorang muslim memulai
aktifitas malamnya dengan shalat maghrib sebagai mana ia memulai aktifitas
siangnya dengan dengan shalat subuh. Kemudian setelah seorang muslim hendak
tidur ia melaksanakan shalat subuh.kemudian ia berdo'a supaya tetap iman dan
islam sehingga ketika ia tidur kemudian di panggil oleh Allah SWT dalam keadaan
khusnulkhatimah.
Di dalam shalt terdapat niali-niali
yang bisa kita ambil manfaatnya, karena di dalam shalat tercakup ibadah puasa
yakni kita tidak di perbolehkan melakuakan sesuatu seperti yang di lakukan di
luar shalat. Di dalam shalat juga ada pelajaran zakat yakni kita tunduk dan
patuh kepada Allah kemudian di dalam shalat juga terdapt pelajaran haji yakni
seluruh orang muslim yang shlat menghadap kiblat (baetullah). Shlat menjadi
kaum muslim bersaudara dan saling mengasihi.6
BAB III
KESIMPULAN
Shalat merupakan kewajiban setiap
muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT. Terlepas dari perbedaan
pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi masalah karena di dalam
al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci mengenai
praktek shalat. Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan shalat dari
mulai baligh sampai napas terakhir, semua perbedaan mengenai praktek shalat
semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing memilki dasar dan
pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah Allah yang di
berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki paidah untuk kaum muslimin
sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk melaksanakan shalat,
salah satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat tuhannya dan bisa
meminta karunianya dan manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari
Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya " shalat lima waktu dari shalat jum'at sampai shalat jum'at
berikutnya adalah penghapus seluruh dosa yang ada di antara keduanya, selama
tidak ada dosa besar ysng di perbuatnya".(HR.Muslim dan Tarmidzi)
DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2009. Fiqih
Lima Mazhab. Jakarta: Penerbit Lentera.
Ayyub, Syaikh Hasan. 2005. Fiqih
Ibadah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Sabiq, sayyid. 1993. Fiqih Sunnah.
Bandung: Al-Ma'arif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar